Sah! MK Bolehkan Pegawai Nikah dengan Teman 1 Kantor, Jika Dilarang Maka Bisa Timbulkan Zina


123215320160118-090038-resized780x390

 - Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kebahagiaan bagi karyawan yang ingin menikahi pasangannya dalam 1 kantor. MK memperbolehkan pernikahan antar-rekan satu kantor karena itu sesuai konstitusi dan hak manusia yang hakiki.


"Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," putus Ketua MK Arief Hidayat, dalam sidang di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Arief menyatakan Pasal 153 ayat 1 UU No 13/2013 tentang ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dia mengatakan permohonan para penggugat beralasan menurut hukum.

MK menyatakan frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama' dibatalkan dan tidak mengikat.

"Permohonan pemohon beralasan menurut hukum," ucapnya.

Gugatan ini diajukan 8 karyawan. Mereka adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.

Kedelapan orang itu meminta agar Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan dibatalkan sepanjang frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama'. 
(rvk/asp)


92b7a889-b63a-483b-8c36-2a9cc8b45f05_169





Penggugat: Jika Nikah 1 Kantor Dilarang Maka Bisa Timbulkan Zina




 8 Karyawan menggugat aturan larangan menikah dengan rekan 1 kantor. Gugatan itu dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) dan disambut positif oleh para penggugat.

"Alhamdulillah kami bersyukur diterima.Mudah-mudahan hari ini dapat melindungi seluruh pekerja," ucap salah satu penggugat, Jhoni Boetja, usai sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Menurut Jhoni, jika gugatan itu tidak dikabulkan maka akan banyak PHK di seluruh Indonesia. Dia menambahkan, pelarangan nikah dengan teman 1 kantor bisa menimbulkan perzinaan.


"Karena kalau tidak dihilangkan maka akan terjadi PHK besar-besaran, misalnya karena takut di-PHK, maka kemungkinan terjadi perzinahan bisa terjadi karena menghindari PHK," ucap Jhoni.


Jhoni yang bekerja di PLN mengatakan, di kantornya ada 300 lebih pegawai yang di PHK karena pernikahan 1 kantor. Dia mengatakan, di tempat kerjanya banyak terjadi cinta lokasi yang tak disengaja dan berujung PHK karena adanya larangan menikah 1 kantor.

"Awalnya ada 300 lebih pegawai PLN yang di PHK karena menikah dengan satu kantor, karena masuk dalam satu kantor itu kan pada awalnya kita bukan niat untuk menikah untuk bekerja, tapi kan seiring pertemuan, diklat, pendidikan dan saling jatuh cinta dan menikah eh tapi di PHK," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, MK membolehkan para karyawan yang memiliki cinta dengan rekan kerjanya di kantor yang sama untuk menikah. Menurut majelis, pernikahan tidak boleh dilarang oleh siapa pun, apalagi hanya karena masalah pekerjaan.




default




MK: Larang Nikah dengan Rekan 1 Kantor Melanggar UUD 1945!


 Mahkamah Konstitusi (MK) membolehkan para karyawan yang memiliki cinta dengan rekan kerjanya di kantor yang sama untuk menikah. Menurut majelis, pernikahan tidak boleh dilarang oleh siapa pun, apalagi hanya karena masalah pekerjaan.

"Perkawinan adalah takdir yang tidak dapat direncanakan dan dielakkan oleh karena itu menjadikan sesuatu yang bersifat takdir sebagai syarat untuk mengesampingkan pemenuhan HAM dalam hal ini hak atas pekerjaan serta hak untuk membentuk keluarga, tidak dapat diterima sebagai alasan yang sah secara konstitusional sesuai dengan pasal 28 J UU 1945," ujar hakim konstitusi Aswanto dalam pertimbangannya di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (14/12/2017).


Dia menambahkan, pasal 153 ayat 1 UU No 13/2013 tentang Ketenagakerjaan tidak sejalan dengan pasal 28 UUD 1945. Menurutnya pernikahan adalah bagian dari HAM.

"MK menilai bahwa aturan tersebut tidak sejalan dengan norma dalam pasal 28 D ayat 2 UUD 1945," ujar Aswanto.

Aswanto menilai, pasal 153 juga memiliki ketidakadilan kepada pekerja. Padahal menurut UUD 1945 pasal 28 I ayat 4, menegaskan setiap manusia berhak mendapatkan hak asasinya.

"Hal itu tetap melekat pada negara, khususnya Pemerintah. Hal itu juga berlaku terhadap hak-hak yang menjadi isu konstitusional dalam permohonan a quo, dalam hal ini khususnya hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang layak dan adil dalam hubungan 
kerja," ujarnya.

Gugatan ini diajukan 8 karyawan. 8 penggugat itu adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputro, Airtas Asnawi, Syaiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih.

Mereka berdelapan meminta agar Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan dibatalkan sepanjang frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama'.