Erdogan sebut dunia buta dan tuli tentang situasi penduduk muslim Rohingya

Muslim Rohingya ditolak masuk Bangladesh. ©REUTERS/Mohammad Ponir Hossain
Merdeka.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut masyarakat internasional buta dan tuli terhadap situasi yang tengah menimpa penduduk muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Sebab, kelompok minoritas itu hingga kini masih terus terpojok hingga tidak memiliki tempat untuk berlindung.

"Sayangnya saya bisa mengatakan bahwa dunia saat ini buta dan tuli terhadap apa yang sedang terjadi di Myanmar. Mereka seolah tidak melihat dan mendengar," kata Erdogan dalam sebuah wawancara seperti dilansir dari laman Channel News Asia, Selasa (29/8).

Rohingya, yang merupakan salah satu komunitas tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia yang berbondong-bondong meminta perlindungan dari Bangladesh untuk melepaskan diri dari gelombang kekerasan yang terjadi di tempat tinggal mereka sebelumnya.

Perang antara kelompok militan tak diketahui dan militer Myanmar membuat penduduk muslim Rohingya kena getahnya. Bahkan menurut laporan Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 3.000 orang telah tiba di Bangladesh dalam tiga hari terakhir untuk menghindari penyiksaan.
Myanmar.

Erdogan menggambarkan aksi pengungsian besar-besaran ini sebagai peristiwa yang sangat menyakitkan. Dia juga berjanji akan membahas masalah ini di Majelis Umum PBB bulan depan guna memperoleh penyelesaian.

"Tentu saja kami mengutuk ini sekeras-kerasnya dan kami berjanji akan mengikuti perkembangan situasi di sana melalui institusi internasional, termasuk di PBB. Kami ingin melihat seluruh umat manusia mengulurkan tangan terhadap masalah ini," ungkapnya.

Alasan Erdogan peduli terhadap nasib komunitas Muslim ini adalah karena dia juga peduli terhadap keadaan di Palestina.

Namun, meski ramai-ramai menerima kecaman, pemimpin Myanmar sekaligus pemenang nobel perdamaian Aung San Suu Kyi membantah telah terjadi konflik antara militer dan penduduk Rohingya di Negara Bagian Rohingya.

Pernyataan Suu Kyi dinilai tidak sesuai dengan situasi sebenarnya yang terjadi di Negara Bagian Rakhine. Sebab dia juga menolak visa pejabat PBB yang bertugas untuk menyelidiki kasus kekerasan ini. [ary]