Rakyat Menderita, Pemerintah Malah Gaduh dan Sibuk Pencitraan

Kondisi negara yang carut marut dari persoalan hukum ditambah dengan utang negara yang terus melejit, membuat rakyat menderita. Sementara tidak ada solusi nyata dari pemerintah selain mencabut subsidi dan membebani rakyat dengan pajak. Ini bertolak belakang dari janji manis pemerintah yang bakal membabat habis para koruptor kakap BLBI. Bahkan kini kasus korupsi E-KTP makin tak jelas arahnya. Sementara lembaga dan aparat hukumnya hanya mampu menangkap para koruptor recehan.



Pengamat kebijakan publik, Sudarsono Hadisiswoyo, mengingatkan bahwa negara ini pada dasarnya kaya raya dengan berbagai sumber daya alam (SDA), namun sumber daya manusia (SDM) yang dikatakan pribumi masih kurang diberdayakan. Parahnya lagi hanya para cecunguk dan bangsa lain yang menikmati SDA negara ini.

"Saudara-saudara sekalian, Indonesia adalah Negara yang kaya, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo tetapi saat ini rakyatnya sedang mengalami berbagai hal kesulitan baik secara ekonomi maupun berkeadilan sosial," ujar Sudarsono kepada Harian Terbit di Jakarta, Senin (19/6/2017).

Menurut Sudarsono, sudah terlalu sering pengalihan isu dan pencitraan dilakukan untuk menutupi segala kebobrokkan serta ketidakmampuan pemerintah. Hingga akhirnya memicu berbagai kegaduhan yang jauh dari cita-cita para pendiri negara dan bangsa ini.



"Dalam penegakan hukum kondisi ini terjadi karena pemimpinnya sedang sibuk mencitrakan dirinya tanpa mau memberikan solusi dan berpihak kepada rakyatnya," pungkas Sudarsono.

Dari berbagai macam kegaduhan, sebelumnya pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan ia menyambut baik tawaran Habib Rizieq Shihab agar dirinya membentuk forum rekonsiliasi antara GNPF MUI dengan Pemerintah.

Permintaan Rizieq itu disampaikan melalui rekaman suara usai acara talkshow kasus Rizieq di Hotel Balairung, Matraman, kemarin.

Yusril berpendapat adanya rekonsiliasi antara GNPF MUI, Habib Rizieq dan sejumlah tokoh ulama yang lain, serta para aktivis yang dituduh makar sangatlah penting bagi memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa kita.


Yusril berkeyakinan para tokoh itu semuanya beriktikad bagi untuk memajukan umat, bangsa dan negara. Bahwa mereka sering berbeda pendapat dengan Pemerintah, hal itu menurut Yusril adalah wajar dalam kehidupan demokrasi.

Sebaliknya juga, pemerintah kini sedang menghadapi tantangan besar dalam melanjutkan pembangunan bangsa dan negara. Untuk menyelesaikan tantangan itu, Pemerintah memerlukan stabilitas sosial dan politik, keamanan yang kondusif serta dukungan dari seluruh komponen bangsa.

"Energi Pemerintah harus difokuskan untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dan pembangunan bangsa seluruhnya, sehingga beban-beban lain di bidang politik mestinya bisa dikurangi," kata Yusril.

Yusril mengatakan dia mengenal baik Habib Rizieq dan sejumlah ulama/muballigh dan aktivis yang sekarang ini sedang menghapi berbagai permasalahan hukum. Kasus-kasusnya, umumnya sedang berada di tahap penyelidikan dan penyidikan.

Terhadap permasalahan ini, Yusril mengatakan bahwa pemerintah seyogianya bersikap bijak dan mengedepankan dialog serta langkah persuasif, bukannya melakukan langkah penegakan hukum yang potensial menuai kontroversi terhadap mereka.

Untuk itulah, menurut Yusril, Pemerintah perlu melakukan pendekatan baru yang lebih simpatik dengan merangkul  tokoh-tokoh, ulama dan aktivis yang berada di luar Pemrintah. Dengan demikian, tidak perlu ada suasana tegang, apalagi timbul anggapan pemerintah melakukan "kriminalisasi" terhadap ulama dan aktivis. [htc]